Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2017

Masih Menunggu Kekasih

Gambar
Ayah menonton Ibu merajut Adik makan Kakak bermain tablet 10 inci pemberian calon suaminya Aku sedang menunggu kekasih Ayah merokok Ibu memasak Adik senyum senyum balas pesan Kakak menelfon calon suaminya Aku masih menunggu kekasih Ayah bermain badminton Ibu menampi beras Adik memancing Kakak mencuci piring Aku masih saja menunggu kekasih Ayah  membakar sampah Ibu menyapu lantai Adik bermain sepeda Kakak video call dengan calon suaminya Aku masih dan masih saja menunggu kekasih Ayah diam Ibu diam Adik diam Kakak diam Aku masih menunggu kekasih Pasar Usang Juni, 2017

Cerpen ‖ Merlion Park, 2020. Senyum Bulan Sabit

Gambar
Merlion Park, Dec 2020. Musim dingin, aku mengenakan baju hangat dengan syal merah hitam yang kurajut sebelumnya. Masih mengingat kenangan-kenangan sebelum dua tahun ini. Masih dengan harapan secepatnya bisa kembali ke pangkuan mama yang sering tanyakan kapan aku pulang. Aku juga mengingat asap rokok papa yang sering ku kibas-kibas ketika mengenai hidungku yang anti rokok ini. Sebelum dua tahun yang lalu, aku hanya sekali mengenakan baju hangat seperti ini. Tepat di 2009, ketika tragedi 8,9 Scala Richter melanda kampung ku. Ini baju hangat kedua yang kupunya. Tapi kali ini bukan tentang baju hangat di bulan September 2009 atau juga baju hangat di bulan Desember 2020. Kuangkat mata lelah dengan kantung mata yang sangat wajar untuk mahasiswa S2 sepertiku. "Aku bersyukur" bisikku berulang kali. Senyum mengambang, seperti bulan sabit di wajahku. Seseorang dulu pernah berkata bahwa senyumku adalah senyum bulan sabit. Aku selalu mengingatnya setiap melihat bulan sabit. D

Jika Cemburu Kau Ungkapkan dengan Diam

Jika cemburu kau ungkapkan dengan diam, tanpa bicara, kau bisa apa? Kau merasa menjadi orang yang paling bersedih tepat disaat itu. Kamu tidak tau apapun hal sebenarnya sedang aku pikirkan atau yang sedang terjadi. Kamu tak bertanya sekedar untuk memastikan kejadian yang sebenarnya. Lalu kamu bereaksi dengan sangat halus, berpura-pura semuanya sedang baik baik saja. Kau sedang mengurung bom waktu di dadamu yang suatu saat akan kau lepaskan tepat di depanku. Ketika itu aku tidak akan tau apa-apa. Akan kupastikan aku kebingungan dengan yang akan terjadi nanti. Aku berharap, cemburumu ungkapkan lah pada saat itu juga. Setidaknya aku bisa menjelaskan padamu apa yang sedang terjadi. Atau ada kesalahpahaman yang kau lihat. Yakin sajalah, aku sedang mencintaimu, dan tidak ada pikiran untuk memikirkan hal lain.

Setiap Orang Menilai Setiap Orang

Setiap orang menilai setiap orang! Ada yang menilai melalui perasaan saja, atau melalui logika saja, atau menilai melalui perasan dan juga logikanya. Media penilaian juga berbeda-beda, ada yang menilai seseorang melalui tulisannya, melalui cara bicaranya, atau melalui sikapnya. Ada juga yang asal-asalan menilai. Terlepas dari itu ada penilaian yang benar ada juga yang kurang sesuai dengan yang sebenarnya. Tidak masalah dengan penilaian yang kita ciptakan itu, yang salah adalah ketika kita menceritakan penilaian itu kepada orang lain, lalu orang yang mendengarnya mempunyai penilaian yang sama dengan kita. Padahal penilaian yang kita ceritakan itu adalah penilaian subjektif, yang bisa saja berubah jika kondisinya berubah. Artinya adalah, penilaian subjektif kita jangan dibicarakan kepada orang lain. Cukup menjadi penilaian kita sendiri. Cukup sekian

Ter. .

Sepi yang tersepi ketika tidak kudengar kabarmu Buruk yang terburuk adalah ketika kita tidak bicara Bahagia yang terbahagia ketika akhirnya kita menyatu

Di Kampung Kita Dik..

Dik, Kulihat matamu Ada ketakutan disana kau selalu bersama dengan ketakutan setiap waktunya Malangnya lagi, kau terpaksa hidup bersama ketakutanmu kulihat tubuhmu Tubuh yang berharap kasih sayang Bahkan sisa sisa kasih sayang pun tak apa Tapi sayang, sayang nya mereka adalah pukulan kayu  Tiap hari lebam, tiap hari biru Dik,  Jika kutampung air matamu setiap pagi dan sore Mungkin sudah bertenong tenong kukumpulkan Sedih menyayat hati mendengar tangisanmu Aku tidak tau bagaimana arti kasih sayang bagi mereka darah yang mengalir di tubuhmu adalah darah mereka juga kan Tapi seperti darah musuh kau diperlakukan Dik, Kaki tanpa alas Adalah hal biasa di kampung kita Kau salah satunya karena berada di kampung kita Dulu aku juga begitu Anak-anak balita juga jarang dimandikan Air kuning, keruh, berbau Ah segala hal kotor ada di kampung kita kan dik Tapi yang harus kau tau Dikampung kita hanya luarnya saja yang kotor Hati semua orang adalah baik Kecuali hati Dia, ibumu

Puisi ‖ Wanita Tanpa Alas Kaki

Wanita tanpa alas kaki di kepalanya menumpuk segoni beban Tangan mencengkram kuat, agar goni tidak jatuh Wanita tanpa alas kaki Berjalan tanpa takut gelap di malam berbulan sabit Hanya sendiri, mengangkat goni menggembung  Sesekali di geser sedikit demi sedikit bebannya Tanda kepalanya sudah sangat letih Wanita tanpa alas kaki tidak berhenti Dia terus melanjutkan perjalanannya Tiba-tiba hujan menyapa Goni di kepalanya semakin berat Tak kuasa dia menahan  Namun kakinya terus melangkah, walau dengan irama pelan Wajahnya lelah, berharap mendapat sedikit saja istirahat Untungnya tetesan air hujan mampu menyejukkan hatinya Wanita tanpa alas kaki Membawa hasil ladang ke pedagang malam itu Semua isi goni berpindah tangan Dia sumringah mendapat uang lima ribu empat ratus rupiah Setelah seharian mencari-carinya di kebun Malam itu pukul 19.50 Wanita tanpa alas kaki sangat bahagia Pasar Usang Juni 2017

Aku Melihat Ketidakseimbangan

Aku menilai setiap tutur lisan mu Aku mengingat setiap ingkar yang pernah terjadi Aku mengamati setiap ayunan langkah mu Aku mencermati setiap pesona yang kau tebarkan Aku memperhatikanmu dalam maju mundurmu Aku melihat setiap interaksi disekelilingmu Jika nanti aku berubah, artinya aku sudah mendapatkan hasilnya Perlu kau tau yang sekarang bukan pura-pura Hanya saja aku mungkin melihat ketidakseimbangan  di masa yang akan datang Setidaknya saat ini aku telah menjadi yang terbaik

Dunia Maya

Waktu berlalu Kita larut dalam sibuk Menit menit tak tersisa lagi sekedar bertemu Hanya ada deadline yang menumpuk Tangan menggenggam sebuah benda  berbentuk kotak disana ada salam, sapa, tegur, dan jabatan tangan Yang tidak nyata.. Lalu mencari perhatian melalui sebuah cuitan yang hadir hanyalah arwah arwah yang tidak peduli dalam topeng kepedulian Waktu berlalu Bumi kian sempit, Siapapun insan yang dicari akan ditemukan dalam wujud nama di dunia mu, Orang-orang menyebutnya dunia maya Ramai sekali penghuninya Disana juga ada celah menuju penjara Menuju dunia kelam Waktu berlalu Insan tersesat dalam tualang Tak ada lagi peduli, tak ada lagi simpati Bayi bayi menjadi generasi kikuk Pasar Usang, 08 Juni 2017 Liria

Berhati Hatilah Pada Rinduku

Jangan menunda nunda rindu, setiap rindu ada waktu berakhirnya. Rinduku yang teramat ini selalu kau tutup di balik ponselmu. Kau lihat kan seberapa banyak kata rindu yang kuucapkan melalui pesan singkat padamu. Hanya kau diamkan dalam ponsel pintarmu itu. Tak pernah mau kau tuntaskan rindu yang teramat ini. Aku bisa saja menjadi kacau dengan semua rindu ini, kacau sendiri. Namun setelah semua itu berakhir, aku tidak lagi rindu, aku tidak lagi peduli, dan aku tidak lagi mengingatmu dalam setiap aliran darah ke nadiku seperti dulu. Kamu tidak akan pernah lagi kuhadirkan dalam ingatanku. Kubunuh semua rindu, meskipun aku harus menjadi orang lain. Berhati-hatilah pada rinduku, ia bisa membalikkan hati. Air Pecah Juni 2016

Sebelum Dia Adalah aku

Sebelum dia adalah aku, menemani harimu meski tidak setiap waktu. Seburuk itukah aku sampai tak ada sepotong katapun yang terucap hari ini? aku masih ingat, setahun yang lalu masih ada ucapan "selamat ulang tahun" untukku. Kau beri pesan singkat di Messeger, kau beri rekaman ucapan selamat ulang tahun, kau kirimkan foto kue tar yang berwarna warni, kau ucapkan maaf karena tak ada disamping ku. Saat itu kita tidak lagi sepasang kekasih, namun masih seperti sepasang kekasih. Sebelum dia adalah aku, yang pernah berjanji untuk menerimamu apa adanya. Aku tidak ingat permasalahan yang membuat kita berpisah. yang pasti bukan karena orang ketiga. Mungkin hanya salah paham. Hingga kita menjadi sangat jauh, sampai tak terdengar lagi olehku suara khasmu itu. Saat ini sepertinya kau bahagia, bersama orang yang bisa menerima mu apa adanya. Yang tidak lagi salah paham padamu. Yang mungkin memberi seluruh hatinya padamu. Aku hanya ingin bilang, selamat berbahagia, jangan lupakan aku.

Bukan Prioritas

Siapalah aku yang bukan menjadi prioritas bagimu. Meski berulang – ulang kali aku mencari tatapmu, mencari waktu mu, mencari tubuhmu yang katanya sedang sibuk itu, aku tidak akan pernah mendapatkannya. Sibukmu untuk masa depanmu yang tanpa aku. Lalu mengapa harus ada kita dalam suatu hal yang orang-orang sebut “hubungan”. Hubungan semacam apa ini? Hubungan sebatas status kah? Atau kau sedang menyembunyikan luka masa lalumu, dengan membersamaiku hanya untuk beberapa waktu. Lalu setelah lukamu sembuh, kau lanjutkan hidupmu dengan baik-baik saja. Aku hanya sebagai obat yang masuk kealiran darahmu, lalu kau lupakan begitu saja setelah kau baik-baik saja. Air Pecah 02 Juni 2016